Haus akan kasih sayank seorang Ibu
Hari telah berganti hingga tanpa aku sadari Ibunda telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Dan udah 7 tahun ini aku harus hidup tanpa sebuah kasih sayang dari seorang Ibu. Aku terus berharap hingga suatu saat nanti aku bisa mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu selayaknya anak remaja lainnya, meskipun itu bukan Ibu kandungku sendiri.
“Rosa, kenal’in ini tante Ratna” kata Papa memperkenalkan calon mama baru padaku
“Rosa” kataku memperkenalkan diri
“Lho.. iini yang namanya Rosa? Udah gedhe ya? Aku kira masih SMP, ternyata udah Remaja tho?” kata tante Ratna yang bermaksud PDKT.
Akupun hanya bisa tersenyum karna aku tak tau harus berkata apa. Tante Ratna emang cantik dan dari tampangnya beliau sangat baik dan ramah tamah. Tapi sekejap aku ngin meneteskan air mata karna teringat Ibunda-ku. Aku tak sanggup untuk melihat Ibunda-ku jika Bunda tau kalu Papa akan menikah lagi dan tanpa disadari Papa akan melupakan Bunda.
“Ma... Papa pamit pulang dulu ya? Nanti keburu malem nyampe kerumah Jember” pamit Papa pada tante Ratna
“Lho, mau berangkat malam ini juga kah? Ya udah hati-hati dijalan Pa..” kata tante Ratna
Kemudian kamipun pulang yang diantar tante Ratna sampai depan rumah beliau. Dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju rumah Jember.
**
Sesampainya dirumah Jember, akupun langsung tidur karna capek. Dan keesokkan harinya....
“Pa, ayo pergi kemakam?” ajak-ku yang juga membangunkan Papa dari tidurnya
“Aduh, Papa capek.. Nanti sore aja Papa kesana” jawab Papa malas
“Ya sudah Rosa berangkat ke makam dulu ma kakak”
Dan akupun pergi kemakam bersama kedua kakaku yang bernama Andy dan Vian. Di perjalanan aku benar-benar merasa kawatir, dan takut Papa akan benar-benar melupakan Bunda dan kenangan terindah daat bersama Bunda. Sesampainya dirumahpun, aku terus mengingatkan Papa untuk pergi kemakam karna aku benar-benar takut Papa akan melupakannya. Dan beberapa jam kemudian Papa mengajakku pergi kemakam. Dua kali dalam satu hari aku pergi kemakam Ibunda membuat aku makin rindu akan kasih sayank Ibunda.
“Ibunda... Papa akan segera menikah dengan Mama Ratna, mohon doa restunya ya?” ucap Papa sembari membersihkan makam Ibu. Sementara aku hanya bisa terdiam dan menahan air mata.
Sesampainya dirumah...
“Rosa.. kamu kenapa? Sepertinya dari tadi kamu diam saja? Gak seperti biasanya? Biasanya kan kamu yang paling banyak omong?” tanya Papa
Tak seucap katapun keluar dari bibirku karna aku hanya bisa terdian yang tak mampu menahan air mata, yang kemudian aku lari menuju kamar meninggalkan Papa yang tengah mengajak bicara aku. Didalam kamar, aku menangis tersedu-sedu ibarat air terjun yang tiada henti mengalir. Druuuuss......
“Adhek, diajak bicara Papa kok malah maen tinggal pergi?” tanya kak Vian kakak ke-2
Akupun masih melanjutkan tangisanku tanpa menghiraukan omongan kak Vian
“Ada apa sich dengan kamu Rosa?” sahut kak Andy kakak pertama
“Hwaaaa.......” jerit yangisku
“Lho kok malah menjadi-jadi tangisanmu dhek?” kata kak Vian
“Ssstttt.... Kamu kenapa sich? Gak setuju ma pernikahan Papa dengan Tante Ratna?” tanya kak Andy
“Aku takut Papa akan ngelupain Ibunda, Kak??” kataku memelas
“Rosa... biarpun Papa menikah dengan Tante Ratna atau bahkan orang lain pun, Papa gak akan melupakan Ibunda kalian... Dan Papa juga tak akan pernah sedikitpun melupakan kenangan kita bersama Ibunda. Karna kenangan bersama Ibunda kalian terlalu indah untuk dilupakan” sahut Papa meyakinkanku sembari memeluk kami ber-3. Dan disaat itu akupun mulai menyetujui pilihan Papa. Hingga akhirnya terjadilah pernikahan Papa dengan Tante Ratna secara resmi dan kamipun melakukan foto bersama selayaknya pernikahan pada umumnya.**
Beberapa hari kemudian setelah pernikahan itu, aku ingin tinggal bersama Papa dan Mama karna selama ini aku dibondowoso tinggal bersama nenek. Namun sayang, sepertinya Mama tak menyetujui keinginanku. Sementara Papa tak bisa berbuat apa-apa karna Papa tinggal dirumah Mama dan Papa merasa tak punya hak sedikitpun untuk mengijinkan aku tinggal bersama mereka.
Sejak kejadian itu, aku merasa Papa tak pernah lagi memperdulikan aku. Bahkan aku udah tak lagi dikasih uang saku. Aku jadi semakin yakin kalau Papa tak hanya melupakan Ibunda yang telah tiada, tapi juga melupakan aku seorang putrinya yang masih hidup dan membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Hingga tanpa aku sadari aku telah melontarkan kata-kata penyesalan dalam hatiku, “Aku benar-benar menyesal, kenapa waktu itu aku menyetujui pernikahan itu jika jadinya akan seperti ini? Aku udah tak diperdulikan lagi, bahkan aku yang tengah sakit gak ada satupun orang yang tau kecuali 4sahabat terbaikku. Jangankan Papa yang tak satu rumah denganku, nenekku yang satu rumah denganku tak tau tentang keadaanku yang tengah sakit ini. Dan akupun berusaha mengobatinya sendiri dengan minum obat, makan dan tidur yang cukup.**
Berbulan-bulan aku merasa udah tak punya siapa-siapa lagi selain 4sahabatku yang selalu mencoba untuk menghiburku. Hingga akupun merasa udah tak dianggap lagi kalau aku ada disekitar mereka. Dan bahkan aku yang banyak omong, sekarang tak satupun kata terucap dari bibirku, kalaupun aku melontarkan kata-kata itupun jika ada yang perlu. Bahkan Papa yang saat itu datang kerumah, tak bicara sepatah katapun dan aku merasa sikap Papa padaku seperti sikap pada orang asing yang benar-benar tak dikenalnya. Rasanya tak sanggup lagi aku untuk hidup didunia ini dan untuk tersenyum. Ingin aku kembali kerumah Jember, kembali ke orang-orang yang menyayangiku.
***
Liburan sekolahpun telah tiba, tak sabar aku ingin kembali kerumah Jember ke orang-orang yang menyayangiku. Setibanya disana, ternyata semua tak seperti yang aku harapkan. Padahal aku berharap sesampainya disana aku bisa disambut dengan kehangatan kasih sayang dari mereka. Tapi sayang kenyataannya tak seperti harapanku. Akupun terpaksa memendam rasa ini dalam-dalam. Aku tak mampu untuk hidup didunia ini lagi jika aku ada tapi tak dianggap.
Beberapa hari kemudian, aku yang masih berada di Jember terus merasa jenuh. Namun ada keajaiban datang padaku. Tiba-tiba aja mereka yang tadinya cuek padaku, kini berubah total 360 derajat menjadi perhatian, dan memanjakan aku. Tak ingin rasanya aku pergi dari kehangatan mereka. Namun apa daya liburan hanya tinggal besok dan akupun harus memanfaatkan waktu 1hari ini dan besok untuk dapat merasakan kasih sayang mereka lagi.**
Keesokan harinya aku harus kembali ke Bondowoso, dan akupun mulai pamit pada keluargaku dan tak lupa mereka mencium ke-2 pipiku.
Ditengah perjalanan,aku berharap jika nanti aku balik ke Jember, mereka akan menyambut kedatanganku dengan kasih sayang yang mereka berikan di dua hari yang lalu.
***
Setibanya di Bondowoso, belum sempat aku masuk rumah, tiba-tiba terdengar kalau Papa sedang bicara dengan nenek. Dan saat aku masuk, hatiku berdebar kencang ketika mendengar perkataan Papa “Aku diusir oleh istriku sendiri, dimana harga diriku?”
Aku yang mendengar itu spontan ingin meneteskan air mata, tapi aku tetap selalu bertahan mencoba untuk menahan amarah dan tangisku.
“Lha emangnya gimana ceritanya Pa?” sahut kak Vian
“Mungkin karna Mama kamu udah gak mau menerima Papa lagi karna Papa udah tak punya apa-apa lagi” terang Papa. **
Beberapa bulan kemudian, aku kira ini akan berhenti dalam jangka waktu pendek. Tapi ternyata salah, udah sekitar 3bulan Papa dan Mama pisah ranjang. Gak hanya pisah ranjang, tapi juga pisah rumah. Disitu aku benar-benar merasa kehilangan senyum dari seorang Papa. Aku jadi bingung dengan apa yang aku rasakan. Disatu sisi aku merasa senang karna Papa kembali dekat denganku, tapi disisi lain aku harus melihat kemurungan dan kesedihan Papa yang selalu terlihat diraut wajahnya. Dan ketika aku sedang utak-utik handphone Papa, aku mencoba membuka kotak keluar yang berisikan
Istriku,.... mengapa kau tega melakukan ini padaku? Kau mengusirku secara halus, tak pantaskah diriku untuk mendampingimu? Istriku,.... tak adakah lagi tempat untukku dihatimu?
Ouch no??? Pap yang tadinya aku kira tak romantis sedikitpun, ternyata kata-kata mutiara yang dikeluarkan tak kalah dengan kata rayuan anak muda lainnya, dan itu membuat aku tersentuh.**
Selang beberapa hari kemudian, Papa mendapatkan pesan dari salah satu saudara Mama. Aku pikir mungkin mau ketemuan, sampai-sampai aku menyuruh Papa untuk bergaya abis-abisan biar keren. Dan lagi-lagi semua perkiraanku salah. Ternyata Papa diminta untuk segera menceraikan Mama secepatnya. Aku yang mendengarkan cerita Papa, ikut down karna aku sangat mengerti perasaan Papa dan karna aku tau kalau Papa masih sangat sayang ma Mama. Namun aku tak mampu berbuat apa-apa selain membuat Papa tersenyum dengan caraku sendiri. Padahal baru saja beliau bisa menerima ketiadaan Ibu, tapi kini Papa harus merasakan kehilangan Mama. Aku bisa merasakan apa yang Papa rasakan, karna aku mengerti itu.
***
Seiring berjalannya waktu, aku berhasil menggapai cita-citaku untuk jadi seorang Pramugari. Aku yang tidak yakin dengan pilihanku untuk jadi seorang Pramugari karna fisik dan tata bahasa yang bermacam-macam, kini aku mampu meraihnya, tentunya dengan Ridho Allah yang diberikan untukku. Hingga akupun punya tabungan untuk masa depanku dan memberangkatkan Papa untuk naik haji. Dan Alhamdulillah Allah mendengarkan doa dan harapanku untuk dapat membahagiakan Papa dan membuat keluargaku bangga atas keberhasilanku. Selain itu aku juga bisa mengembalikan senyum Papa lagi. Dan ketika aku menyadari itu, aku bisa bernafas lega karna semenjak pisah dengan Mama, Papa jarang terlihat tertawa lepas.
Selain aku bisa mebuat Papa merasa senang, aku juga membantu keluargaku yang sekiranya membutuhkan bantuanku. Dan tak lupa tiap bulannya aku pergi ke tempat sosial seperti panti asuhan, pondok pesantren dan juga warga yang kurang mampu. Berkat Ridho Allah SWT, aku bisa melakukan ini, berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
***
Seiring berjalannya waktu membawa aku menuju kedewasaan. Disitu aku merasakan rindu yang teramat dalam pada Ibundaku. Selain itu aku juga bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa salahku?kenapa aku tak pernah bisa merasakan kehangatan pelukan dan kasih sayang dari seorang Ibu? Padahal aku berharap aku bisa seperti anak-anak lainnya yang selalu berbagi cerita dan pengalaman dengan Ibu, dan bahkan jalan-jalan juga shopping ditemen’in Ibu. Huft...?? aku selalu berharap bisa merasakan itu. Tapi apa mungkin?***
25-Okt-10